welcoming guest

Friday, August 3, 2012

Melewati Ladang Kunang-Kunang Bersama Kiss Me



Apa yang kau pikirkan ketika mendengarkan lagu Kiss Me milik Sixpence None the Richer? Apakah tentang ciuman yang indah? Sinar bulan? Kunang-kunang? Ladang gandum? Padang ilalang tinggi? Fantasi? Pangeran impian? Well, itulah sedikit dari yang kupikirkan saat mendengarkan lagu Kiss Me, dan aku tak tahu kenapa. Oke deh, liriknya keren dan musiknya membuat kita melayang-layang jauh sekali.

Sewaktu aku masih kecil, aku pernah mendengarkan lagu ini, dan kupikir lagu ini bagus banget, kukira sewaktu aku beranjak remaja, aku tak akan lagi menyukai lagi lagu ini, tapi ternyata tidak. Semakin remaja, lagu ini membuat imajinasiku semakin dalam, lagipula aku tak pernah bosan mendengarkannya. Yeah, saat masa-masa SMU, aku sudah menyukai cowok sungguhan (bukan lagi aktor-aktor di televisi yang tak bisa kuraih, yang posternya bertebaran di dinding kamarku). Lagu Kiss Me benar-benar membuatku luluh.

Oke, imajinasinya seperti ini:

           
            Kami memiliki rumah di sebuah kota, tak terlalu besar tapi cukup bagus dan terbuat dari batu-batu dan kayu-kayuan dengan furnitur keren didalamnya yang tampak klasik bagaikan rumah nenek di pedesaan. Rumah itu memiliki balkon dengan dua tempat duduk kayu yang nyaman. Pot-pot gantungnya berisi tanaman bunga-bunga kecil berwarna merah, kuning dan putih. Halaman depannya luas tanpa pagar dengan pancuran air, rumput-rumput yang terawat, macam-macam bunga, ivy liar yang merambat di dinding, dan pohon-pohon bercabang banyak. Halaman belakangnya lebih luas lagi dengan jalan setapak menuju kearah sebuah tempat keren seperti hutan kecil dan bukit yang indah. Rumput-rumput disana tak begitu terawat, sehingga tanah coklatnya terlihat cukup serasi.


Setiap malam, aku akan beranjak keluar dari kamarku melalui jendela, lalu berlari-lari kecil dengan kaki telanjang dan mengenakan gaun tidur panjangku yang berwarna putih itu. Mum tak akan tahu bahwa aku belum mengerjakan tugas-tugas sekolahku. Angin meniupkan gordin jendela kamarku yang terbuka. Aku berlari melalui jalan setapak berliku kearah bukit kecil, melewati barisan pohon-pohon pinus dan ladang jagung. Aku akan sampai ke sebuah tempat dengan banyak ilalang yang melambai-lambai, ladang barley dan rumput-rumput hijau yang basah. Aku akan menapakkan kakiku dan menyerukan teriakan kepada seseorang yang sedang berbaring melihat bintang-bintang diatas kap sebuah mobil butut berwarna hijau.

“Hai...” katanya ramah, lalu turun dari mobil dan mengenakan sepatu ketsnya yang sudah tak terlalu bagus lagi, tapi cukup keren sih.

Aku akan memandangnya dengan mata bahagia, berlari kearahnya, kemudian memeluknya. Wangi tubuhnya yang khas dan terasa hangat membuat pikiranku tenang. 

Dia selalu begitu dengan rambut ikalnya yang coklat dan menggemaskan, bibir tipisnya yang seksi, rahang dan dagunya yang kokoh, jaket hitam kesukaanya, kaos tak berkerah dengan tiga kancing yang terbuka, celana jins longgarnya dan sepatu kets yang selalu kusukai. 

Dia menggenggam tanganku dan mengajakku duduk, tapi tidak diatas mobil. Kami duduk di rumput-rumput basah dan mulai bercerita tentang hari itu. Dia tersenyum begitu indah, dan yeah... aku juga menyukai lelucon-lelucon anehnya. Kami tertawa. Kami melihat bintang-bintang yang berkedip. Sinar bulan menyoroti kami berdua saja. Kami menyaksikan bintang jatuh, dan dia menutup mataku, menyuruhku untuk meminta sebuah permohonan. Tentu saja aku akan memohon agar kami selalu bersama selamanya.

Kemudian kami bermain kejar-tangkap, berlari-lari di rumput basah dengan kaki telanjang hingga ke padang ilalang yang menggelikan. Disana ratusan kunang-kunang dengan cahayanya mengitari kami. Senang sekali rasanya berada didekatnya dalam suasana seperti itu. Kami mulai menari. Lalu kami bersandar pada sebuah pohon besar. Dia telah menemukan sebuah topi rotan lebar berwarna putih yang sudah tak terpakai dan memasangnya diatas kepalaku. Kemudian dia memainkan lagu dari gitar tuanya. Sebuah lagu yang juga sudah tua tapi indah luar biasa, dan hanya untukku!

Kiss me...
Out of the bearded barley
Nightly
Beside the green green grass
Swing swing
Swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress

Oh, kiss me
Beneath the milky twilight
Lead me
Out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon sparkling
So kiss me

Kiss me
Down by the broken tree house
Swing me
Upon it's hanging tire
Bring bring
Bring your flowered hat
We'll take the trail marked on your father's map

Oh, kiss me
Beneath the milky twilight
Lead me
Out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon sparkling
So kiss me...



            Aku akan meletakkan kepalaku di pundaknya, lalu lagunya selesai. Dia melihat kadalam mataku, dan aku meleleh.
Kiss me...”
Kunang-kunang menari-nari. Kemudian semuanya menjadi begitu indah.

Silahkan menyaksikan videonya dan mendengarkan lagunya disini:
Nah itulah imajinasiku yang terbang melayang-layang saat lagu Kiss Me mulai terdengar di telinga. Entahlah, memang agak sinting, tapi begitulah imajinasi yang ada. Dan huh, sebalnya, aku berharap cowok imajinasiku tadi adalah dia, orang yang paling kusukai sejak SMU sampai sekarang. Huh huh huh...
--Anitableau, 1 Agustus 2012
xoxo






No comments:

Post a Comment